28/11/09

yang ribet itu sebenarnya simpel

Kemiskinan memang bener-bener gak butuh kata kasihan, mereka cuma butuh makan.

Sama halnya dengan rasa sayang, gak butuh serentetan omongan , cuma butuh bukti dan pengertian.

11/11/09

Ketika Sensitifitas dan Ketidak-pekaan Dipertemukan

Sebenarnya gue sendiri juga bingung kalau disuruh menjabarkan definisi sensitifitas itu sendiri, tapi yang jelas kalo bahasa non-ilmiah yang ada di benak gue, sensitifitas itu bisa berarti keadaan di mana kita memang sedang berada di dekat titik intimitas dengan perasaan.
Jadi mungkin dampak negatifnya, si penderitanya lebih mudah membawa hal-hal yang seharusnya dicapai nalar, menjadi terbawa ke perasaan. haha ini bener- bener ngarang loh, ya tapi begitulah, sensitif, lebih menjadi perasa karena faktor-faktor tertentu.

Nah kalau Peka , menurut gue, ini adalah kondisi di mana kita mampu meraba situasi yang sedang terjadi di sekitar kita, dan mampu memikirkan jalan keluar untuk menghadapi kondisi yang ada di luar diri kita, hahaaa, ini baru bener- bener ngarang. zzz.
Oke, sekarang yang sedang gue pikirkan adalah, gimana kalau dua kepala ( yang satu berisi sensitifitas dan satu kepala lagi isinya ketidak-pekaan) dipertemukan. Nah loh, agak ribet gak?

Taruhlah contoh di sini ada dua tokoh,
tokoh 1 : si-sensitif
tokoh 2 : si-tidak peka

Kalo ada sesuatu yang mengikat kedua tokoh tersebut, berarti banyak interaksi dong diantara mereka. Apakah interaksinya bakalan ribet juga? maksudnya berantem melulu begitu?
Kalau menurut gue, itu benar-benar dua sifat yang kontras, yang satu minta diperhatiin, yang satunya lagi gak ngerti kalo ditunggu buat merhatiin, yakan? Nah kalau lagi berantem gitu, siapa yang salah?
Ok, misalnya dalam kasus hubungan kekasih dengan kekasih. (seperti di atas, tokoh 1 : si sensitif, tokoh 2 : si tidak peka)

Dialog ini didapat dalam pecakapan via sms


tokoh 1 : "halo lagi ngapain? saya kesepian nih, mati lampu di rumah"

tokoh 2 : "halo, wah kasian bener, mm, terus lagi ngapain dong sekarang?"

tokoh 1 : "lagi duduk-duduk aja di rumah, gak ada kerjaan, kesepian mungkin ya, hehe."

tokoh 2 : "oh, yaudah, belajar aja gimana? baca-baca buku, seperti yang saya lakukan
sekarang."

* HELLLLLLLLLLOOOOOOO mati lampu lo suruh belajar menurut looooooooo??? (kira-kira seperti itu pikiran tokoh 1), lanjut.

tokoh 1 : (dengan nada jengkel) "oh, mati lampu gimana bacanya ya? GELAP!"
tokoh 2 : "oh udah gelap ya, yaudah, masak aja kalau nggak....."

*tokoh 1 pun memutuskan berhenti bercakap-cakap.

Maksud dari obrolan tokoh 1 kepada tokoh 2 , intinyaadalah tokoh 1 minta diperhatiin, minta ditemenin karena mati lampu.
Dari keputusan tokoh 2 yang tidak mengerti maksud tokoh 1, si tokoh 2 kelihatan seperti tidak sedang dibutuhkan oleh tokoh 1 sebagai teman dikala sepi, dan malah memberi saran-saran yang jenaka (membaca buku saat mati lampu)zz.
Sekarang, ke-sesnsitifan tokoh 1 mulai muncul, mungkin maksud tokoh 2 sebenarnya ingin membantu, tapi karena merasa tidak diperhatikan, tokoh 1 pun menyudahi percakapan, dan sakit hati, mungkin tokoh 2 di seberang sana bingung kenapa smsnya gak dibales.

ya begitulah kira-kira.


Kasus seperti ini gak hanya terjadi dengan orang-orang pacaran, ato mungkin ada orang pacaran yang gak pernah se-riweuh ini? (haha salut!), tapi kasus kayak gini juga bisa terjadi antara temen dengan temen. Mungkin satu-satunya yang bisa menjadi jembatan untuk dua kepala berbeda isi kayak gini ya cuma komunikasi, Komunikasi Tanpa Gengsi.

Harusnya kedua belah pihak bisa mengerti bahwa keduanya memiliki kekurangan masing-masing, dan mungkin itu sudah sifat yang mendasar, gak bisa diubahm tapi kalau ditangani dengan komunikasi yang baik, mungkin lain cerita, gak akan ada kasus "ngambek" antara si sensitif dan si tidak peka.

Mungkin kalau si sensitif ngomong langsung pada tujuan, si tidak peka bisa menebak langsung apa yang harus dia lakukan, tapi, nggak selamanya si- sensitif punya keberanian untuk menuntut perhatian (apalagi kalo si sensitif ini posisinya perempuan, tapi emang 98% cewek yang lbh sensitif sih, haha). Seharsnya, jika dihadapkan dengan kasus yang sama di kemudian hari, si-tidak peka bisa mulai belajar menelaah apa maksud dari percakapan si-sensitif dengan dirinya, gak mungkin tanpa tujuan, kalau ada niat menjadi pendengar, lama-lama juga bisa peka sendiri kok, piso aja tajem kalo diasah, asek.

Ya intinya, harus ada pengertian dan komunikasi, jangan CUEK, kalo ada kasus seperti ini, salah satu pihaknya cuma cuek-cuek adem berasa masalahnya enteng, jangan harap masalahnya akan berakhir sekali dua kali, mungkin bisa berulang kali ketemu masalah cuma karena sensitif dan peka, akhirnya bosen, dan hubungannya tidak efektif, alias percuma. Kalo udah percuma, apa yang harus dipertahankan yakan?

Haha, postingan ini semata-mata hanya pengamatan belaka, kalau gak setuju sama isinya, yaudah, dibaca aja ya, :P