10/10/10

Thank God there's a Mute Button on Twitter

Belakangan ini, saya menemukan kesenangan tersendiri ketika membuka twitter. Kesenangan tersebut menjalar-jalar tak terbendung sampe saya akhirnya bikin tulisan ini.. -__________-
Dimana letak kesenangannya? "Twittermu harimaumu". Ya jelas dari timeline orang-orang yang saya follow.
Gue sendiri juga bukan orang yang hobi nge-twit. Bisa dibilang gak semua kegiatan gue saat itu, gue cantumkan di twitter. Misal : (@ Sushi Tei...mm late dinner with my lovely...yummy...).... hehe

Timeline tentu mencerminkan isi hati atau pikiran si pemilik pastinya (atau mungkin hanya ikut tren nge-post sesuatu). Belakangan, saya suka senyum-senyum sendiri liat twit sejumlah orang yang saya follow, dimana mereka lagi suka marah-marah, mengumpat, bahkan mengkritisi sesuatu dengan pedasnya dengan BERKALI-KALI. Wow!

Okay, Dont get me wrong... niat saya mem-post ini gak bermaksud apa-apa. Cuma, kadang heran aja, kenapa ya orang-orang itu makin ke sini, taunya cuma protes, mengumbar kejelekan sesuatu (yang tanpa sadar juga ternyata membuka aib si penulis twit sendiri) tanpa memberi solusi, dan dilakukan di media publik? Hmm.
Beberapa orang yang saya follow, belakangan giaaaaatttt banget melakukan "persuasi" atau mungkin "provokasi" di twitter. Tentu saja, itu hak mereka, sekali lagi, HAK. Dan sebenarnya saya sering "gatel" ingin ikutan komentar atau 'reply' dengan yang kira-kira seperti ini
"Emang, aksi lo untuk memperbaiki sistem yang lo kritik itu, udah sejauh apa?" .
Gue pernah melontarkan balasan seperti itu pada salah satu org yang gue follow, dan jawabannya seperti ini :
"Ya ini, aksi protes dan membuka kebobrokan, biar orang-orang pada tau".

Tapi jangan lupa, sekali lagi, ini adalah Media Publik, dimana orang-orang bebas melihat dan menilai isi tulisan lo. Jadi, semua bisa menjadi SAH di twitter, ketika lo diserang balik karena pernyataan lo, bahkan ketika lo mengumpat, ketika lo bikin kultwit yang isinya protesan gak ada habis-habisnya pun sah-sah aja. Dan termasuk pendapat saya tentang orang-orang seperti itu, juga terbilang SAH. HAHA.

But, Thank God there's a Mute Button on Twitter nowadays. Jadi, saya menemukan solusi tersendiri untuk menghindari persuasi sejumlah oknum yang kadang bikin saya sendiri jadi mikir "BACOT BANGET LO". Mungkin lebih halus daripada "unfollow" atau "block user" karena faktor kenalan, atau sejenisnya. Hypocrite? I dont think so. Selama sifatnya menjaga perasaan.......(*isi sendiri) haha

Okay, just dont take this post seriously. Just thank God, you can push that Mute Button anytime you want. :)

08/10/10

Ngasal

Ini adalah dunia yang sempurna, dunia dimana kita lahir di sela-sela ketidak sempurnaan yang sesungguhnya adalah sempurna.

Di tengah kritik (sok) idealis setiap insannya yang merasa dirinya adalah ahli pemikir.

Dikelilingi individu yang terus berlomba merebut perhatian lawan jenis maupun sesama jenis dengan idealisme yang (sok) terpelajar.....Lalu, mereka bergejolak.
Mendongak angkuh dan bahagia karena mendapat sambutan, kemudian semakin berkoar, tanpa secuil kontribusi atau bahkan simbolnya saja.

Jangan buat kesempurnaan ini kusut karena kesibukanmu atas pencarian terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

Sesekali, melihatlah dengan batin. Terimalah sesuatu di luar sana yang sedang kamu abaikan. Kemudian, DIAM.