02/12/09

Satu Monolog untuk si Bendji

Tadi kamu bilang "hijau" waktu kita duduk di teras
Sambil mengawang memandang daun, seperti kebiasaan kita duduk berdua sampai nyamuk ikut bergumam "ngantuk"
Tapi kamu juga ngantuk terus. Tertunduk lemas terkadang minta dipijat.
Manusiawi, tapi aku tidak paham, apa aku bukan manusia?

"HAHA", lihat, jariku sendawa mengetik suatu tertawa
Mungkin bosan jadi saksi bisu banyak perdebatan yang kita ciptakan (tapi kalau katamu, akulah penciptanya)....baiklah.
Pandji, kadang kita berseberangan, tapi kalau bukan itu, bukan KITA namanya
Apa namanya menurutmu? Bendji? Sosok yang tadi saya bilang sedang hilang?

"HAHA", sekarang aku juga tertawa diantara sendawa.
Bingung? Aku juga bingung.
Kalau kita sama-sama bingung, katamu kita harus menghadapinya bersama, "sampai babak retorika" seperti kutipan tulisan-mu untuk sang badak. huh. menyebalkan.

"HAHA" coba ingat pertanyaan ulang tentang "empat bulan bersama" yang aku uji dan tanyakan kemarin!
Ternyata kamu sudah banyak lupa. Apa karena faktor usia?
Tapi tenang saja, tidak masalah, asal kamu tidak salah sebut lagi ya!

"HAHA", mudah-mudahan kita berdua sedang tertawa sekarang, karena walaupun banyak cerita absurd yang kita punya, sekarang aku sedang tersenyum mengingat Filosofi Tinja yang kita anggap harus terus diolah. Agar tidak terulang lagi kata "capek" yang kemarin membuat berdebat (lagi).


Pandji, kamu tetap jadi Bendji saya. Apa itu Bendji hanya kamu dan aku yang mengerti, karena orang-orang juga tidak akan peduli.

Nah, Bendji, sekarang aku tidur dulu, hari ini cukup melelahkan loh.
Ohya, JANGAN LUPA KIRIM PESAN!!, karena rindu bisa datang tanpa kita duga.
Selamat malam, Bendji.




-untuk si pandji yang minta ditulis dan difoto saat jerawatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar